(Terinspirasi
dari IIDN)
Bismillahirrohmanirrohim,
Di zaman
sekarang ini sudah menjadi kebiasaan dan kelaziman, sering kita dapati wanita wanita yang telah menikah menambah nama belakangnya
dengan nama suaminya atau nama keluarga suaminya , misalnya Tukiyem setelah
menikah dengan Zulkarnaen namanya
berubah menjadi Tukiyem Zulkarnaen. Demikianlah masih banyak contoh contoh
lainnya baik pada perempuan di indonesia ataupun di negara-negara lain
dibelahan bumi ini (umumnya barat). Misalnya bisa kita lihat pada nama Michelle
La Vaughn Robin (michelle robinson), setelah menikah dengan Barrack Obama
diubah menjadi Michelle Obama.
Memang nama
tersebut biasanya hanya dipakai untuk panggilan saja atau pada moment moment
tertentu, kalau di akta kelahiran, ijazah dan surat surat berharga lainnya maka namanya tetap saja hanya Tukiyem, tanpa
embel embel nama suami dibelakangnya.
Apalah arti
sebuah nama, mungkin begitulah fikiran kita, itukan hanya untuk membedakan antara
Tukiyem istri pak Zulkarnaen dengan Tukiyem istri pak Bambang saja. Jadi tidak usah terlalu dibahas, ini adalah
masalah sepele.
Kalau kita
perhatikan sebenarnya ada beberapa struktur dalam memberikan nama seseorang.
Biasanya nama terdiri dari beberapa kata yang merupakan kombinasi dari :
1. First name or given name (nama
depan), yaitu nama unik yang diberikan orang tua kepada anaknya dan biasanya
dia akan dipanggil dengan nama ini misalnya:
Aisyah, Rosa, Abdul, Stephen dll
2. Last name yaitu nama akhir atau nama
belakang. Nama belakang bisa merupakan :
·
Nama
marga, yang diturunkan melalui anak laki -laki, misalnya Aisyah Nasution (suku
batak), Rosa Jambak (suku Minang), Nita Zebua (nias) Abdul Matulessy (ambon) dll.
·
Nama
Ayah misalnya Meutia Hatta, anak dari Muhammad Hatta
·
Nama
Keluarga kakek, dari ayah misalnya KH Ahmad dahlan, salah satu anaknya bernama
Erfan Dahlan, Efran dahlan punya anak dan diberi nama Winai Dahlan.
(muhammadiyahstudies.blogspot.com)
·
Nama
yang menunjukkan bulan kelahiran misalnya Mila Febrianti (karena lahir bulan
februari), Neny Ramadhani (lahir bulan Ramadhan), Dila Yulianti (lahir bulan
Juli)
·
Nama
jenis kelamin misalnya Herdian Putra,
Febby Puteri
·
Nama
baptis (bagi pemeluk agama kristen) misalnya Adytia Hilarius, Candra
Vincentsius, Ade Velentina
·
Nama
kota atau tempat asal (biasanya di Eropa atau Amerika)
·
Nama
pekerjaan (biasanya di Eropa atau Amerika), contohnya Jhon Smith, Liza Taylor
·
Nama
warna (biasanya di Eropa atau Amerika), misalnya Erika Brown, Mark Black dll
·
Hanya
nama tambahan setelah nama depan dan bukan merupakan nama nama lain seperti
diatas. Misalnya Agus Setiawan, Maya Sari
3. Middle name, nama tengah untuk
membedakan orang yang nama depan dan belakangnya sama. Misalnya antara Aisyah
Humaira Nasution dan Aisyah Yasmin Nasution, antara Rosa salsabila Jambak
dengan Rosa Nadia Jambak, dll. Nama tengah ini bisa saja terdiri dari satu atau
dua kata.
Oh ya
mengenai struktur ini penulis dapatkan setelah melihat dan memperhatikan nama
nama siswa siswi penulis di SMP YKPP, orang orang yang pernah penulis kenal dan
ketahui namanya juga dari membaca beberapa referensi dari beberapa situs di
internet.
Kalau
menurut budaya barat, setiap orang secara umum memiliki susunan nama yang
terdiri dari 2 unsur, yaitu first name dan last name, walaupun terkadang ada juga yang memiliki midle name
(nama tengah)
first name
atau disebut juga given name atau forname yaitu nama yang diberikan kepada
kita, nama unik yang membedakan kita dengan orang lain, sedangkan last name atau surname ialah nama
keluarga. menurut budaya barat
seseorang dipanggil dengan nama depannya (ini beda dengan budaya di tanah
batak, Tionghoa dan beberapa negara di asia timur orang biasanya dipanggil
dengan nama belakangnya atau nama keluarga atau marga misalnya pak Regar, bu
sinaga, dll)
Tapi
bagaimana hal ini kalau kita lihat melalui kacamata Islam ? Mari kita lihat bagaimana aturan yang ada
dalam Al Qur’an, kitab suci umat islam yang merupakan wahyu Allah dan hadist nabi Muhammad Saw, insan teladan
yang menjadi contoh dan teladan kita, manusia pilihan Allah yang wajib kita
ikuti perintahnya dan kita patuhi
larangannya, karena dengan selalu berpegang teguh kepada Al Qur’an dan sunnah
nabi Muhammad Saw inilah satu satunya jalan yang akan mampu menyelamatkan kita
di dunia dan akhirat. Ada beberapa ayat
Al qur’an dan hadist yang menerangkan masalah penamaan atau penisbatan
seseorang.
1. “Panggillah mereka (anak anak angkat
itu) dengan memakai nama bapak bapak
mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah( Al Ahzab:5)
Walaupun dalam ayat Al
Qur’an diatas mengenai anak angkat, tapi bisa dijadikan contoh bahwa seorang
anak (baik laki laki maupun perempuan) tidak boleh menisbatkan namanya dengan selain
nama ayah kandungnya, kakeknya, ayah kakeknya
dst. Seorang anak angkat saja tidak
boleh memakai nama ayah angkatnya dibelakang namanya apalagi seorang anak yang
mempunyai dan jelas tahu siapa ayahnya kandungnya, dipelihara dan dibesarkan
oleh ayah kandungnya. Bagaimana mungkin
anak seperti ini boleh menisbatkan namanya dengan nama suaminya.
Ini menunjukkan hikmah
besarnya tanggung jawab seorang ayah kepada anaknya, Ayah adalah seorang
pemimpin keluarga, dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak diakhirat
atas anak-anaknya, dan juga merupakan bentuk penghargaan terhadap
seorang Ayah, seseorang yang telah mengalirkan darahnya dalam tubuh kita, yang
sudah bekerja keras mencari nafkah untuk kita (he he
he jadi ingat salah seorang murid saya dulu di SDIT Shafiyyatul Amaliyah di
medan, (seingat saya namanya Harist, kelas 1 SD ) waktu saya tanya “namanya,
siapa nak?” dia menyebutkan sebuah nama
yang sangat panjaaaaaaaang sekali dari namanya sendiri bin ayahnya bin kakeknya
bin ayah kakeknya bin ayah dari ayah
kakeknya dan seterusnya , saya sampai bingung dan tertawa saat itu. menganggab
itu sebagai sebuah lelucon. Ternyata sekarang baru saya sadari bahwa murid saya
itu benar dan itu menunjukkan bukti bahwa ayah dan ibunya sudah mengajarinya
dengan benar, itu juga menunjukkan bukti bahwa ayah ibunya sudah mengajarkannya
tentang sejarah keluarga,dan tentang
menjaga nama baik keluarga. (Sudahkan anak anak kita tahu siapa nama ayahnya,
nama kakeknya nama ayah dari kakeknya
dan seterusnya? Sudahkah dia tahu
mengenai nenek moyangnya? Atau jangan jangan kitapun tidak tahu siapa nama
kakek kita, nama ayah dari kakek kita dan seterusnya ), Ini membuat saya juga jadi ingat tentang pentingnya
tarombo dalam adat batak. (Tarombo Batak ialah silsilah garis keturunan
secara patrilineal dalam suku bangsa Batak, yang diturunkan dari seorang bapak
kepada anak anaknya, dan sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat suku bangsa
Batak untuk mengetahui silsilahnya agar mengetahui letak hubungan kekerabatan (wikipedia.org))
2. “ Tidaklah seorang mendakwakan kepada selain
ayahnya, sedangkan dia mengetahuinya,kecuali dia telah kafir. Barangsiapa yang mendakwakan kepada suatu
kaum sedangkan dia tidak memiliki nasab dari mereka, maka hendaklah dia memesan
tempatnya dalam neraka”.HR Bukhori
3. “Barangsiapa yang mengaku sebagai
anak kepada selain bapaknya, atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan
walinya, maka baginya laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya, pada
hari kiamat nanti Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun
yang sunnah”. HR Muslim, dan Tirmidzi
Bukankah
seharusnya seorang wanita dipanggil
dengan namanya dan diikuti dengan nama Ayahnya (Fulanah binti Fulan ) bukan
diikuti nama suaminya atau nama mertuanya,
demikianlah yang kita saksikan dan dengar tatkala seseorang menikah maka
ucapan yang ada kita dengar adalah “saya
nikahkan anakku, fulanah binti fulan dengan .....dst “ Apakah rahasia dibalik perintah
tersebut? Bukankah masalah penisbatan
ini akan berkaitan erat dengan hukum warisan, perwalian saat menikah, nafkah
dan mahrom? Apakah penisbatan kepada suami apalagi mertua tidak akan
mengacaukan dan merusak hukum hukum yang tersebut diatas ? Mengapa seorang anak harus dinisbatkan dengan
nama Ayahnya, hatta seorang anak angkat, yang dipelihara sejak bayi merah (baru
Lahir) oleh orang tua angkatnya dengan penuh kasih sayang, harus tetap
dinisbatkan dengan nama ayah kandungnya.
Atau anak yang lahir di luar nikah, mengapa tidak dinisbatkan kepada
Ayah Biologisnya tapi dinisbatkan kepada ibunya ? Demikianlah dapat kita lihat
bahwa sesuatu yang sudah biasa dan dianggab lazim, sesuatu yang kita anggap
baik, belumlah tentu sebuah kebenaran, Marilah
kita merenung sejenak, mencari dan memikirkan jawaban jawaban pertanyaan di
atas, dan bila memang kita masih
berkeras agar nama suami tercantum di belakang nama kita, agar orang mengenal
kita sebagai istri dari bapak Anu, atau agar orang tahu kita sudah bersuami, alangkah
baiknya bila sebelumnya ditambah dengan kata istri sehingga tidak terjadi
kerancuan, misalnya Tukiyem Zulkarnaen dirubah menjadi Tukiyem istri Zulkarnaen,
Neny sugeng diubah menjadi Neny istri Sugeng, karena tanpa kata istri pasti
berbeda artinya atau bayangkan apa yang
terjadi dengan seorang wanita yang
memakai nama suaminya dibelakang namanya kemudian suaminya meninggal atau
mereka bercerai dan dia menikah lagi, otomatis dia harus mengganti nama
belakangnya dengan nama suaminya yang baru,
repot jugakan jadinya... apalagi bila bertemu dengan kenalannya yang
hanya tau nama lamanya dan tidak tahu kalau dia sudah berganti nama belakang
dengan nama suami barunya, .... he hehe
ini juga pernah saya alami saat bertemu dengan seorang teman yang biasa
dipanggil dengan nama suaminya, kemudian suaminya meninggal dunia dan beliau
pindah ke kota lain. Suatu saat setelah berlalu beberapa tahun , kami bertemu
di sebuah pusat perbelanjaan dan saya memanggilnya dengan nama suaminya yang
sudah Almarhum, sedetik terlihat beliau agak bingung, kaget, dan kikuk, menjawab sapaan saya, sehingga saya merasa
tidak enak, saya fikir waktu itu apa saya membuat beliau bersedih karena
mengingatkannya kembali kepada suami beliau yang sudah almarhum. Tapi ternyata setelah berbincang bincang
beberapa saat dan kemudian berpisah , suami saya berkata bahwa seharusnya saya
tidak memanggilnya dengan namanya yang lama (bu...., nama suaminya yang sudah
almarhum), karena sekarang beliau sudah menikah lagi dan mungkin tadi laki-laki
yang disebelahnya adalah suami barunya,
yang mungkin akan merasa tidak nyaman mendengar istrinya dipanggil
dengan nama laki-laki lain. (maafkan
saya ya bu ) Demikianlah semoga kita selalu dalam petunjuk Allah Swt, Mari
kita mencontoh dan mengikuti nabi Kita Muhammad Saw, dimana dulu pada masa
beliau mereka tidak pernah menambahkan nama suami dibelakang nama istri, Ibunda
Khodijah tidak dipanggil menjadi khodijah Muhammad, Aisyah tetap dipanggil
Aisyah binti abu bakar, bukan Aisyah Muhammad, walaupun suaminya adalah seorang
rasulullah, nama beliau tidak dijadikan menjadi nama panggilan atau nama
tambahan bagi mereka. Demikian juga Fathimah binti Muhammad, tidak dipanggil
menjadi Fathimah Ali, dan masih banyak lagi contoh contoh lainnya. Dimasa itu Rasulullah dan sahabat sahabatnya
membiasakan seseorang yang sudah menikah dan mempunyai anak dipanggil dengan
kunyah (nama panggilan) yaitu dengan didahului umm/ummu untuk ibu ibu dan
Abul/abu untuk bapak bapak, kemudian diikuti nama anaknya, contohnya Abul Qosim
kunyahnya Rasulullah karena anak beliau yang tertua bernama Qosim.
Sesungguhnya
dalam diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik, yang insyaallah bila
kita ikuti akan memberi keberkahan bagi kita walaupun mungkin untuk saat ini
kita belum paham kenapa sesuatu harus begitu dan kenapa ini harus begini
(maksudnya perintah dan larangan Allah serta nabi Muhammad Saw), Bila ada yang salah
dengan tulisan saya diatas, sebelumnya saya mohon ampun kepada Allah dan mohon
maaf kepada pembaca. ingat namamu adalah identitasmu, nama adalah doa, jadi
tidak paslah rasanya kalau kita mengatakan apalah arti sebuah nama, dan mari
kita ingat lagi petuah lama, “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati
meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama”
(Neny Wisfah Rhamadani Tanjung bin M. Darwis tanjung bin
Yasiin Tanjung bin Djasuara Tanjung * istri dari Sugeng Widodo bin Priyo Utomo
bin Mardijoyo atau Ummu Fathimah )
* Sayang sekali saya hanya bisa tahu nama kakek saya sampai
djasuara tanjung, karena sesudah tanya sana sini katanya, dulu kakek djasuara
adalah anak satu satunya dan sedari kecil sudah jadi yatim piatu, demikian juga
ayahnya djasuara, beliau juga anak tunggal yang sedari kecil yatim piatu
sehingga nama ayahnya tidak diketahui keturunan berikutnya). Pernah paman saya berusaha mencari nama
ayahnya kakek djasuara ke kampung halaman kakek djasuara, tetapi di kampung
tersebut tidak ada yang mengenal djasuara lagi karena orang orang yang seumur
djasuara/ atau yang pernah mengenal kakek djasuara sudah meninggal semua. Sayang sekali... L, mungkin suatu waktu perlu juga
ditelusuri ke pemakaman di kampung, karena biasanya di batu nisan nama si mayit
ditulis dengan binnya. (yah itupun kalau masih ada nisannya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar