Sampai sekarangpun aku belum
bisa melupakan saat itu, begitu jugakah
yang Papa rasakan saat Ompung meninggalkan Papa?
Lebaran 2013, aku masih sempat
berbicara walaupun lewat hp dengan papa,
Assalamualaikum Papa, Papa apa
kabar? Papa sehatkan?
Maaf ya Pa, tahun ini kami
belum bisa pulang karena Abinya Fatimah tidak bisa libur, insyaallah tahun
depan kami akan pulang.
Masih terngiang terus ucapan
Papa saat itu,
Waalaikum salam, Papa sehat, ya
ndak apa, tahun depan kita masih bisa ketemu.
Sehari sebelum kepergian Papa,
aku pergi ke Palembang mengantar cucu Papa, Sarah untuk terapi. Di perjalanan
pulang kembali ke Pendopo, sebenarnya aku teringat untuk menelfon Papa dan Mama,
tapi, ah sudah larut malam, masih ada besok, fikirku saat itu,... sekali lagi
Pa, angan anganku terlalu panjang, mengira masih ada hari esok.
Sampai akhirnya aku dikejutkan
telfon dari Mami, kira kira pukul 4 dini hari.
Neny, Papa dibawa kerumah
sakit, kata Mami, sembari menangis. Aku
yang kaget karena baru terbangun dari tidurku yang nyenyak, sontak merasa
dadaku sakit sekali......
Mami, Papa kenapa. Mami tunggu aku mau pulang,... tunggu aku
Mamiiiii.
Sabar ya nang, (inang panggilan
sayang untuk anak perempuan batak), kita tunggu kabar dari RS kata Mami, dan
telefon langsung terputus.
Aku langsung bergegas mengambil
koper dan menyiapkan pakaianku untuk berangkat, tapi bukannya menyusun baju,
aku hanya memasukkan dan mengeluarkan bajuku ke dalam koper berulang ulang. Apa
yang mau kubawa, kelima anak anakku dengan siapa sudah tak kuhiraukan lagi. Waktu rasanya berlalu begitu cepat, hanya
beberapa menit kemudian hpku kembali berdering, dan terdengar suara tangisan
Mami, Neny Papa sudah pergi nak, dunia serasa runtuh, Papa,.. tunggu Pa, Papa
aku datang.
Sedih sekali rasanya mendengar
Papa pergi, dan aku berada di Pendopo,
Papa aku ingin bertemu untuk yang terakhir kalinya, walaupun yang akan
kutemui hanya jasad Papa. Walau Papa
tidak akan bisa memelukku lagi, aku ingin bertemu. Sepanjang jalan aku berdoa, Ya Allah yang
Maha kuasa, yang sanggup memperjalankan hambanya sampai sidratul muntaha dalam
sekejab, tolong antar aku bertemu Papaku. Apalah artinya jarak Palembang Medan
bagiMu, Sungguh Engkau Maha Kuasa.
Kira kira pukul 9, kami (aku,
suami dan Aziz, anak bungsuku) tiba di bandara Sutan Mahmud Badaruddin, tapi
sayang sekali pesawat garuda yang langsung ke Medan sudah berangkat, demikian
juga penerbangan lain yang transit Jakarta, Padang maupun Batam. Alhasil dapatlah tiket garuda yang langsung
ke Medan tapi berangkatnya selepas Maghrib.
Putuslah sudah harapanku bertemu Papa untuk terakhir
kalinya.............................
Aku akhirnya hanya bisa
mendengar prosesi pemakaman Papa lewat hp, diiringi doa dan deraian air mata.
Kira kira pukul 10 malam,
sesampainya di Medan, di depan rumah, kaki ini rasanya tak kuat berdiri, raga
serasa melayang. Di rumah masih banyak saudara dan kerabat yang takziah. Saat bertemu mama, dan adek adekku, rasanya
tak percaya papa sudah tiada, dan aku tidak akan pernah bertemu lagi.
Sekarang 1 September 2014, sesudah
satu tahun berlalu, wajah papa masih menghiasi layar hp dan notebookku, agar
setiap kubuka, kulihat wajahmu dan akan kualunkan doa untukmu papa. Papa
sungguh tak kukira jika sepekat ini mendung duka bertahta di hati, semenjak kepergianmu,
kau tak lepas dari ingatanku. Mengingatmu
saat duka maupun suka, sekarang sama menyedihkannya bagiku, papa sungguh terasa singkat
kebersamaan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar