Kamis, 20 Agustus 2015

MENANAMKAN JIWA WIRAUSAHA SEJAK KANAK KANAK




Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman sendiri yang dirasakan selama ini,  sepanjang usia yang hampir memasuki kepala empat alias stw (setengah tua), cieee... (pesan terselubung : jangan malu menjadi tua! Tua tua keladi, semakin tua semakin jadi). Walaupun agak terlambat akhirnya saya semakin menyadari pentingnya mengajarkan, menularkan dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan sejak dini kepada anak anak,dengan harapan agar kelak mereka bisa lebih mandiri, lebih kreatif, inovatif dan sukses secara finansial melebihi kita para orang tuanya.  Agar kelak bila dewasa anak anak kita tidak perlu lagi  mengulangi sejarah kita orang tuanya yang tempo doloe begitu selepas kuliah bingung mau kerja apa, dan akhirnya berhari hari bahkan berbulan bulan menenteng nenteng map, mengirim surat atau email kesana sini, yang isinya lamaran pekerjaan.

Flash back ke masa lalu...
Seingatku sampai hari ini sudah lebih dari  sepuluh surat lamaran pekerjaan yang pernah kubuat. Banyak? Itu belum seberapa dibanding seorang teman yang pernah membuat dan mengirim 300 surat lamaran pekerjaan, dan ajaibnya dia diterima bekerja saat mengantarkan surat lamaran yang ke 300, karena nasib sedang mujur. Yup, gimana ngak dibilang mujur, saat beliau mengantar surat, langsung ketemu sama kepala personalianya yang waktu itu  sedang bingung karena harus segera mencari mencari tenaga kerja baru menggantikan salah satu pekerja di perusahaan itu yang berhenti mendadak. Dasar sudah bagian, akhirnya beliau langsung diterima bekerja hari itu juga tanpa melalui test sebagaimana biasanya.    Tapi tidak semua orang bernasib mujur seperti kisah diatas.  Banyak sarjana sarjana kita yang menjadi pengangguran bertahun tahun dan ujung ujungnya terpaksa bekerja apa saja walaupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.  Bagaimana dengan teman sekalian, berapa banyak surat lamaran kerja yang sudah pernah anda kirim?

Ada lagi pengalaman seru yang pernah saya alami saat dulu saat baru lulus kuliah.  Dengan semangat 45 dan keyakinan penuh bahwa dengan ijazah yang lulus dengan nilai sangat memuaskan, pasti saya akan dengan mudah mendapatkan pekerjaan,  tapi ternyata harapan berbeda dengan kenyataan alias jauh panggang dari api, saya dan beberapa teman waktu itu hampir saja jadi korban perusahaan penyalur tenaga kerja yang ternyata fiktif.  Dengan modus akan dipekerjakan disebuah perusahaan bonafid, kami diharuskan mengikuti rangkaian test mulai dari test administrasi, tertulis dan wawancara yang dilakukan dalam beberapa hari serta terakhir setelah melalui semua test tersebut harus menyetor uang 1 juta rupiah kepada perusahaan fiktif tersebut... woalah kalau diingat jadi senyum senyum sendiri, niat mau cari kerja supaya dapat uang ehhh kok malah jadi dimintai uang.... untung saja saat itu otak kami masih bisa berfikir waras dan terhindar dari penipuan tersebut, bahkan kami mengancam akan melaporkan perusahaan fiktif tersebut ke polisi.  Hehehe para penipu itu juga mungkin adalah para pengangguran yang mencoba mencari uang dengan cara tidak halal yaitu menipu. Ingat..., ingat! Waspadalah kejahatan terjadi bukan hanya karena niat tapi juga karena ada kesempatan,...!
  
Jadi,  karena beberapa kisah diataslah saya terinspirasi untuk mengajarkan anak anak saya, Fatimah (13 tahun) dan adik adiknya Yusuf (11), Sarah (9), Faqih (7) dan si bungsu Aziz (5), untuk menumbuhkan jiwa wiraswasta, jiwa dagang,  dan sikap hemat dalam menggunakan uang sedari kecil (he he he kata lainnya pelit), kecuali untuk sedekah.



Ada beberapa cara yang sudah saya coba terapkan, misalnya:
  1. Perkenalkan anak dengan pasar dan kegiatan yang ada di pasar dengan sering sering mengajak anak berbelanja, jadi jangan ada lagi perasaan belanja jadi lebih repot dan susah bareng sikecil.
  2. Merencanakan waktu untuk belanja kebutuhan keluarga sambil memboyong semua anggota keluarga, (hihihi bisa dibayangkan kan bagaimana hebohnya acara belanja keluarga besar kami, ummi, abi dan 5 anak anak) dengan catatan sudah terlebih dahulu mengajak anak anak memeriksa ketersedian kebutuhan rumah tangga dan berdiskusi dengan semua anggota keluarga mengenai barang barang yang akan dibeli, tidak perlu mendetail cukup garis besarnya saja, misalnya kebutuhan kamar mandi, bumbu bumbu untuk masak, kebutuhan sekolah dll. Alhamdulillah cara ini ternyata bisa melatih ingatan dan daya fikir anak anak bahkan sampai kadang kadang ngalahin umminya.
  3. Ajarkan dan biasakan anak untuk memilih dan membandingkan beberapa barang sejenis berdasarkan kualitas dan harganya dibeberapa toko, lalu kembali lagi ke toko yang barangnya mempunyai kualitas plus harga yang paling murah. 
  4. Bimbing anak untuk melakuan sendiri kegiatan membayar barang belanjaan dan menghitung kembaliannya, tentunya masih tetap dalam pengawasan kita.
  5.  Biasakan anak untuk belanja di grosiran, karena harganya lebih murah, walaupun kalau belanja di grosiran kita harus beli dalam jumlah besar, sisanya bisa dijual kepada teman teman di sekolah, dengan syarat modalnya harus disisihkan terlebih dahulu untuk modal belanja berikutnya dan menyimpan keuntungannya untuk ditabung, untuk investasi maupun ekspansi. 
  6. Sering sering mensosialisasikan kelebihan berdagang dan berwiraswasta.
  7. Mengenalkan anak dengan profesi pengusaha atau wiraswasta, jadi jangan seperti jaman saya yang sedari TK hanya diajarkan profesi guru, tentara, polisi, PNS, dan dokter
  8. Menceritakan dan mengenalkan mereka dengan pelaku pelaku wiraswasta yang berhasil
  9. Bila anak sudah mulai mau dan berani berjualan maka anak yang penjualannya terbanyak diberi pujian dan hadiah. Alhamdulillah dengan cara ini anak anak jadi semangat jualan, dan tidak malu malu lagi untuk menawarkan barang dagangannya kepada teman temannya.
  10. Jarang memberi uang jajan, tetapi dibiasakan bawa bekal dari rumah, (air minum dan kue buatan saya bersama anak anak). Kalaupun harus memberi uang jajan hanya pada saat ada pelajaran olahraga, itupun dengan nominal yang kecil. Biasanya Rp 1000 atau paling banyak Rp 2000 (seperlunya saja, hanya cukup untuk beli air mineral dan 1 atau 2  kue), karena itu anak anak jadi sangat menghargai uang, walaupun hanya Rp 500.
  11. Ajarkan dan biasakan anak membeli barang karena fungsinya, bukan karena modelnya yang sedang booming, bukan karena mereknya yang berkelas, bukan karena hanya suka (kepengen), bukan hanya karena bagus. (syukur syukur kalau dapat semua, fungsinya ok, modelnya ok, mereknya ok, barangnya bagus, kita juga suka, dan yang paling utama harganya terjangkau he he he, sebenarnya mau bilang murah).
  12. Barang-barang  yang rusak, misalnya pakaian atau sepatu yang sobek, selalu diusahakan diperbaiki dulu, jangan langsung dibelikan yang baru (memperpanjang usia pakai)
Nah setelah 11 langkah diatas bagaimana hasilnya.....tadddddaaaaa
  • Ternyata setelah dibiasakan dengan ke 11 hal diatas, setiap anak punya respon dan hasil yang berbeda, sejauh ini menurut saya yang paling banyak menyerap pembelajaran diatas Sarah dan Aziz. Bagaimana kisahnya????? Insyaallah akan disambung dilain waktu..(ngantuk)
 



Tidak ada komentar: